Masuk Surga Tanpa Hisab dan Azab
mengkaji ciri khas 70.000 manusia pilihan
" Dan orang-orang yang mereka itu tidak berbuat syirik (sedikit pun) kepada Tuhan mereka" (QS. Al-Mu’minun:59). Ada apa dengan mereka, bagaimana karakteristik dan keistimewaan mereka, simaklah untaian wacana berikut. Semoga Allah menggolongkan kita di antara mereka
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata (At-Tauhid bab:III) : Hushain bin Abdurrahman menuturkan : "Suatu ketika aku berada di sisi Sa’id bin Jubair, lalu ia bertanya.’ Siapakah diantara kalian yang melihat bintang yang jatuh semalam.?’Akupun menjawab : ‘Aku,’ Kemudian kataku: ‘ketahuilah, Sesungguhnya aku ketika itu tidak dalam keadaan shalat, tetapi terkena sengatan kalajengking.’ Ia bertanya : ‘ lalu apa yang kamu perbuat ?’ Jawabku : ‘ Aku meminta Ruqyah.’ Ia bertanya lagi : ‘ apakah yang mendorong dirimu untuk melakukan hal itu ?’ Jawabku : ‘ yaitu sebuah hadist yang diturunkan oleh Asy-Sya’bi kepada kami.’ ia bertanya lagi : ‘ Dan apakah hadist yang diturunkan kepadamu itu ?’ Kataku : ‘Dia menuturkan kepada kami hadist dari Buraidah bin Al- Hushaib : "Tidak dibenarkan melakukan Ruqyah kecuali karena ‘ain (pengaruh jahat dari mata seseorang) atau terkena sengatan." Sa’id pun berkata : ‘ Sungguh telah berbuat baik orang yang mengamalkan apa yang telah didengarnya, tetapi Ibnu’Abbas menuturkan kepada kami hadist dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda :
" Telah dipertunjukkan kepadaku ummat-ummat. Aku melihat seorang Nabi,bersamanya beberapa orang; dan seorang Nabi, bersamanya satu dan dua orang, serta seorang Nabi, dan tak seorangpun bersamanya. Tiba-tiba ditampakkan kepadaku satu jumlah yang banyak; Akupun mengira bahwa mereka adalah ummatku, tetapi dikatakan kepadaku: ‘Ini adalah Musa bersama kaumnya. Lalu tiba-tiba Aku melihat lagi satu jumlah besar pula, maka dikatakan kepadaku: ‘Ini adalah umatmu, dan bersama mereka ada 70.000 orang yang mereka itu masuk surga tanpa hisab dan tanpa ‘adzab.’Kemudian bangkitlah beliau dan segera memasuki rumahnya. Maka para sahabat membicarakan tentang siapakah mereka itu. Ada diantara mereka (para sahabat) yang berkata: ‘Mungkin saja mereka itu yang menjadi sahabat Rasulullah.’ Ada lagi yang berkata: ‘Mungkin saja mereka itu orang-orang yang dilahirkan dalam lingkungan Islam, sehingga mereka tidak pernah berbuat Syirik sedikitpun kepada Allah.’ Dan mereka menyebutkan lagi beberapa perkara yang lain. Ketika Rasulullah keluar mereka memberitahukan hal tersebut kepada beliau. Maka beliau bersabda: "Mereka itu adalah orang-orang yang tidak meminta Ruqyah, tidak meminta supaya lukanya ditempel dengan besi yang dipanaskan, tidak melakukan Tathayyur dan merekapun bertawakkal kepada tuhan mereka." Lalu berdirilah ‘Ukasyah bin Mihshan dan berkata: ‘Mohonkanlah kepada Allah agar Aku termasuk golongan mereka (yang 70.000).’ Beliau bersabda : "Kamu termasuk golongan mereka".’ Kemudian berdirilah seorang yang lain dan berkata: ‘Mohonkanlah kepada Allah agar aku juga termasuk golongan mereka.’ Beliau menjawab: "Kamu sudah kedahuluan ‘Ukasyah." (HR. Bukhari).
Dari riwayat tersebut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menarik kesimpulan tentang pengertian mengamalkan tauhid dengan semurni-murninya. Ada banyak faidah yang dapat dipetik dari hadist diatas. Beberapa yang terpenting diantaranya menjelaskan keutamaan bertauhid kepada Allah dengan menjalankan konsekwensi di antaranya yaitu tidak meminta diruqyah dan menjauhi tathayyur.
Apa yang dimaksud dengan ruqyah ??
Ar-ruqa adalah jama’ dari Ruqbatun artinya mantera atau jampi-jampi yang di gunakan untuk mengobati orang yang terkena musibah , misalnya orang terkena penyakit panas, kemasukan jin atau musibah lainnya.
Ruqyah juga di sebut azimah, terdiri atas dua macam: Yang bebas dari unsur syirik dan yang tidak lepas dari unsur syirik.
Pertama, ruqyah yang bebas dari unsur syirik.
Yaitu dengan membacakan kepada si sakit sebagian ayat-ayat Al-Qur’an atau di mohonkan perlindungan untuknya dengan Asma’ dan Sifat Allah. Hal ini di bolehkan karena Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah me-ruqyah (menjampi) dan beliau memerintahkan untuk me-ruqyah serta membolehkannya.
Dari Auf bin Malik ia berkata: " Kami di-ruqyah ketika masa jahiliyah , lalu kami tanyakan, "Wahai Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, bagaimana pendapat baginda tentang hal itu?" Maka beliau bersabda:
"Perlihatkanlah ruqyah kalian kepadaku, tidak mengapa ruqyah selama tidak mengandung syirik."(HR. Muslim)
As-Suyuthi berkata: "Para ulama sepakat tentang di bolehkannya ruqyah bila memenuhi tiga syarat. Pertama, hendaknya dilakukan dengan kalamullah (Al-Qur’an) atau dengan Asma’ dan SifatNya. Kedua, Hendaknya dengan bahasa arab dan diketahui maknanya . ketiga, hendaknya di yakini bahwa ruqyah itu tidak berpengaruh dengan sendirinya, tetapi dengan takdir Allah Ta’ala. Caranya, hendaknya di bacakan kemudian di hembuskan kepada si sakit atau dibacakan di air kemudian air itu di minumkan kepada si sakit, sebagaimana disebutkan dalam hadis Tsabit bin Qais:
"Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil tanah dari bathan lalu di letakkannya di gelas kemudian beliau menyemburkan air padanya dan menuangkannya di atasnya."(HR. Abu Daud. lih. At-Tauhid III oleh Syaikh Shalih Fauzan)
Kedua, ruqyah yang tidak lepas dari unsur syirik
Ruqyah jenis ini di dalamnya terdapat permohonan pertolongan kepada selain Allah yaitu dengan berdo’a kepada selain Allah, meminta pertolongan dan berlindung kepadanya, misalnya me-ruqyah dengan nama-nama jin, atau nama-nama malaikat para nabi dan orang-orang shalih. Hal ini termasuk berdo’a kepada selain Allah, dan ia adalah syirik besar. termasuk ruqyah jenis ini adalah dilakukan dengan selain bahasa arab atau yang tidak dipahami maknanya, sebab di takutkan kemasukan unsur kekufuran atau kesyirikan sedang ia tidak mengetahuinya. Ruqyah jenis ini adalah ruqyah yang dilarang.
Tidak meminta diruqyah adalah lebih utama berdasarkan hadist Ibnu ‘Abbas diatas sebagai wujud tauhid seorang hamba kepada Allah dengan bertawakkal kepadaNya. Namun hendaknya seorang mu’min berusaha mencari kesembuhan dengan cara yang disyari’atkan kemudian bertawakkal.
Bagaimana dengan Tathayyur ?
Tiyarah atau tathayyur adalah merasa akan mendapat kesialan karena sesuatu yang dianggap sebagai pertanda, misalnya, seseorang ditengah jalan melihat ular atau kucing menyebrang, lalu ia menyimpulkan akan menemui kesialan sehingga ia tidak meneruskan perjalanannya.
Pada masa dahulu, jika hendak bepergian, orang-orang jahiliyyah menggertak burung peliharaannya dan melihat reaksinya. Jika burung itu terbang keatas atau kekanan, mereka menduga akan mendapatkan kebaikan sehingga mereka melaksanakan rencananya. Namun jika burung itu terbang kekiri atau kebawah, mereka menduga akan menemui kesialan, sehingga merekapun membatalkan rencananya. Tentang sikap seperti itu Allah berfirman : " Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah" (QS.Al-A’raaf: 131). Rasulullah bersabda : " Tidak ada penularan penyakit (tanpa izin Allah), tidak ada penentuan nasib dengan burung (dan sebagainya, tiyarah), tidak ada burung hantu (pembawa sial), dan tidak ada bulan Safar (pembawa na’as)." (HR. Bukhari-Muslim). Berkata Ibnu Mas’ud : " Tiadalah diantara kami kecuali mempunyai perasaan akan mendapatkan sial itu, melainkan Allah menghilangkannya dengan tawakkal"
Bagaimana dengan Tamimah ??
At-Tamamim adalah jama’ dari?? Tamimatun ?? yaitu sesuatu yang di kalungkan di leher anak-anak sebagai penangkal dari penyakit ‘ain?(kena mata) dan terkadang di kalungkan juga pada leher orang-orang yang dewasa dan wanita.
Tamimah ada dua macam yaitu: Tamimah dari Al-Qur’an dan tamimah selain dari Al-Qur’an.
Pertama, tamimah dari Al-Qur’an .
Yakni dengan menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an , atau Asma’ dan Sifat Allah kemudian di kalungkan dileher untuk memohon kesembuhan dengan perantaraannya. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengalungkan tamimah jenis ini dalam dua pendapat:
Pendapat pertama, ia dibolehkan. Ini adalah pendapat sekelompok sahabat, di antaranya Abdullah bin ‘Amr bin Al-Ash. Ini pulalah makna tekstual apa yang di riwayatkan ‘Aisyah rhadhiyallahu’anha. Pendapat ini juga di kemukakan oleh Abu Ja’far Al-Baqir dan Ahmad bin Hambal, menurut salah satu riwayat dari beliau. Mereka mengkhususkan hadist yang melarang mengalungkan tamimah pada tamimah yang di dalamnya terdapat syirik.
Pendapat kedua, ia di larang. Pendapat ini juga di kemukakan oleh sekelompok sahabat, di antaranya Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas rhadhiyallahu’anhum. Ini pulalah pendapat hudzaifah, Uqbah bin Amir dan Ibnu Ukaim, sekelompok tabi’in yang menguatkan pendapat ini, di antaranya para sahabat Ibnu Mas’ud dan Ahmad dalam suatu riwayat yang kemudian di pilih oleh sebagian besar pengikutnya dari para ulama muta’akhirin memastikan pendapat ini dengan mendasarkan pada riwayat Ibnu Mas’ud rhadhiallahu’anhum ia berkata:
"Aku mendengar Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: ‘Sesungguhnya ruqyah, tamimah dan tiwalah (pellet) adala syirik’."(HR. Ahmad, lihat derajatnya dalam fathul majid)
Pendapat kedua adalah pendapat yang benar karena tiga alasan:
1. Keumuman hadist Nabi shallallahu’alahi wa sallam, serta tak ada dalil yang mengkhususkannya.
2. Untuk tindakan prefentif, karena hal itu menyebabkan di kalungkannya sesuatu yang tidak di bolehkan.
3. Bahwasanya jika ia mengalungkan sesuatu dari ayat Al-Qur’an maka hal itu menyebabkan pemakainya menghinakannya, misalnya dengan membawanya waktu buang hajat, istinja’ atau yang lainnya.
Kedua, tamimah selain dari Al-Qur’an.
Tamimah jenis ini biasanya di kalungkan pada leher seseorang, seperti tulang, rumah kerang,benang, sandal, paku, nama-nama setan dan jin serta jimat. Tak di ragukan lagi bahwa ini di haramkan sebab menggantungkan sesuatu kepada selain Allah, Asma’, Sifat dan ayat-ayatNya.
Kewajiban setiap muslim adalah menjaga aqidahnya dari sesuatu yang akan merusaknya atau mengurangi kesempurnaannya. Karena itu hendaknya ia tidak mengkonsumsi obat-obatan yang tidak di perbolehkan, tidak pergi kepada orang-orang yang sesat dan tukang sulap untuk mengobati penyakit-penyakit mereka, sebab justru mereka itu yang menyebabkan sakitnya hati dan aqidahnya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya cukuplah baginya. Sebagian orang ada yang menggantungkan berbagai hal tersebut pada dirinya , sementara ia tidak dalam keadaan sakit. Ia hanya sakit ilusi yakni ketakutan terhadap orang yang iri atau dengki. Atau ia menggantungkan hal tersebut di mobil , kendaraan, pintu rumah atau di tokonya.
Semua ini bukti kelemahan aqidah serta tawakal kepada Allah. Sungguh kelemahan aqidah itu adalah sakit yang sebenarnya dan wajib di obati dengan mengetahui tauhid dan aqidah yang benar.Bersegeralah menjadi bagian dari 70.000 manusia terbaik dengan TAUHID dan menjauhi sekecil apapun SYIRIK.
Wallahu a'lam
--------------------------------------------------------------------------------
Untuk pertanyaan, saran dan kritikan silakan hubungi dihyah@plasa.com.
Selasa, 06 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Syaekhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu' Fatawa jilid 24, berkata:
BalasHapus“Orang yang berkata bahwa do'a tidak sampai kepada orang mati dan perbuatan baik, pahalanya tidak sampai kepada orang mati,” mereka itu ahli bid'ah, sebab para ulama' telah sepakat bahwa mayyit mendapat manfa'at dari do'a dan amal shaleh orang yang hidup.